Sabtu, 17 September 2016

jatuh cinta?



Mungkin sudah sekian lama beranda ini hampa dan kosong tanpa coretan satu patah katapun dariku..
Ya, beranda ini sepi sejak kejadian itu. Sebenarnya bukan salah kejadian itu pula ku berhenti sejenak dari mengurus beranda ini. Tapi, entah kenapa semua insipirasi hilang ketika kejadian itu mulai terjadi dan akhirnya memuncak. Sejujurnya aku tak mengerti apa ini akhir atau hanya sebuah siklus layaknya pelana kuda. Tapi yang jelas, ku berharap kedamaian dan ketenangan disetiap apapun yang terjadi.
Kali ini semangatku menulis muncul ketika diberi sebuah kalimat mengenai “kadang kita jatuh cinta diwaktu yang salah, lalu menjadi orang yang salah”. Mungkin kalimat itu sekilas hanya rangkaian kata belaka. Namun saat kita perlahan memahaminya, ada sebuah pesan yang terselip disana.
Bicara tentang jatuh cinta, sebenarnya tidak ada yang bisa menyalahkan datangnya dia, waktunya, dan kepada siapa dia akan menjatuhkannya. Namun saat kita berbicara waktu, ada saat-saat dimana jatuh cinta itu bukanlah pada waktunya. Jatuh cinta diwaktu yang salah akan membuat mu menjadi orang yang salah?
jatuh cinta ketika hati ini belum saatnya untuk ditautkan olehNya akan membuat kita menjadi orang yang salah. Salah dalam memahami dan memaknai cinta. Belum saatnya cinta itu kau semai. Belum saatnya cinta itu kau ceritakan.
Jatuh cinta diwaktu yang salah akan membuatmu menjadi orang yang salah. Salah dalam memaknai cinta dan jatuhnya cinta itu..
Sebenarnya jatuh cinta itu apa?
Haruskah jatuh cinta dan cinta terjadi antara seorang lelaki dan perempuan saja?
Lalu, bagaimana cinta dengan orang tuamu? Adikmu? Kakakmu? Dan penciptamu?
Sesungguhnya hati ini sedang belajar, untuk bisa memahami cinta dan menempatkannya di wadah yang tepat..
Perjalanan yang panjang ini biarlah dijadikan teman dan saksi bagaimana hati dan diri ini berproses pada sebuah cinta yang tepat agar tidak menjadi orang yang salah. Salah bukan berarti lalu dijadikan tersangka oleh seseorang, tetapi adalah salah yang ketika dilakukan tidak mendapatkan kebaikan apa-apa..

Sabtu, 21 Mei 2016

Kuperbaiki dulu diriku



hai kamu
embun disetiap awal kehidupanku
bagaimana kabarmu?
Rasanya sajak-sajak yang biasa aku berikan padamu tak lagi semanis dulu
Tak lagi semenarik dulu
Namun tetap saja setiap baris kata yang aku tulis semuanya tertuju kepadamu
Kadang hidup memang sulit untuk bisa dimengerti oleh hati dan perasaan kita
Karena sang pemilih hidup lebih tau apa yang terbaik untuk kita jalani
Dan sebuah kedewasaan bukanlah sebuah proses yang mudah
Kamu yang lebih mengalami lebih dulu bagaimana kerasnya kehidupan, pasti lebih bisa menyikapi tentang apa yang terjadi nantinya
Dan aku, berusaha memahami tentang ini semua untuk bisa mengerti dewasa yang sesungguhnya
Kadang pikiran kita ibarat dua buah kutub yang saling berlawanan, selalu menolak jika keduanya didekatkan
Namun aku tak berharap itu sebagai hukuman, aku ingin semua menjadi pelajaran agar kita menjadi lebih baik
Semua apa yang dijalani sekarang memanglah bukan sebuah kepastian, bukan pula sebuah janji
Namun bukanlah sebuah keinginan untuk ditinggalkan ataupun meninggakan
Mencoba mempercayaimu disaat tak ada satupun yang mengerti perkataanmu adalah sebuah tantangan untukku
Amarah yang sering tak mampu untuk ku kontrol adalah kelemahanku, pikiran ini seakan-akan kalut dengan sesuatu yang terlalu menggores hati
Aku berjanji untuk bisa menyikapi lebih baik lagi
Setidaknya untuk bekal kehidupanku
Tak ada janji dalam sebuah hubungan, karena tuhan telah menggariskan
Kupalingkan semua rasa dan kukesampingkan perasaan yang dulu tak seharusnya hadir
Akan kutempatkan cinta ini pada cinta yang telah Dia berikan
Tak sabar rasanya menuggu akhir dari perjuangan ini, akankah tetap sama dengan apa yang ku perjuangkan atau Dia berikan hadiah yang lebih istmewa yang membuatku bersyukur..
Sekali lagi kuberusaha untuk tak menempatkan rasa pada tempat yang salah, takkan kuhadirkan rasa yang berlebihan, berusaha untuk tidak terlalu mempermasalahkan dan berusaha meyakinkan diri bahwa semua akan ada saatnya, semua ada batasnya, belum saatnya ku memikirkan siapa dan kapan aku akan bertemu dengan yang benar
Biar kuperbaiki diriku yang masih jauh dari baik ini,, akan kutemani sampai tuhan mengizinkan kita untuk menjalani kehidupan yang sesungguhnya..
Ikhlasku selalu berusaha untuk bisa menjadi pribadi yang lebih tegar, dan menjaga diriku
Tak mampu pula jika aku saat ini memberi janji bahwa aku akan menjadi sesuatu seperti apa nantinya, setidaknya saat ini aku sedang berusaha menuju kesana
Lupakanlah kesalahan-kesalahan diantara kita yang pernah diperbuat, mulailah semua dalam lembaran baru dimana kita mulai menuliskan sajak-sajak tentang perbaikan,,
Sungguh sangat berat jika seseorang menyadari ikhlas yang sesungguhnya..

Sabtu, 23 April 2016

peran keluarga dalam pendidikan anak



Berbicara mengenai pendidikan anak, tentunya tak lepas dari peran serta keluarga dalam membentuk pribadi serta karakter dari seorang anak. Tempat pertama anak mengenal kehidupan pun dari keluarga. Itu menandakan bahwa pendidikan pertama yang anak peroleh adalah dari keluarganya itu sekndiri. Melalui keluarga, seorang anak diberi pondasi untuk dibentuk pribadinya sesuai dengan arahan yang diinginkan keluarganya sebelum anak itu dilepas atau dibebaskan untuk belajar di luar nantinya. Pendidikan memang bisa didapat dari mana saja, tetapi keluarga disini memegang peranan penting dalam membentuk karakter serta pribadi anak itu sendiri.
Tak bisa dipungkiri, bahwa saat ini jaman telah berubah dimana teknologi seakan-akan hidup beriringan dengan seiring pertumbuhan manusia. Banyak beragam informasi yang dapat kita peroleh termasuk hal-hal buruk yang terkandung didalamnya. Bagaimana seorang anak menjadi pribadi yang baik jika lingkungan kehidupannya saja sudah begitu modern?
Kembali lagi kepada peran keluarga, nilai-nilai yang telah ditanamkan orang tua kepada anaknya, termasuk lingkungan keluarga yang terbentu didalamnya akan membawa pola pikir dan pribadi anak untuk bisa menyaring informasi dan menjaga dirinya untuk menjadi anak yang berkarakter baik sehingga dapat mencapai apa yang diinginkannya, mencapai cita-citanya, dan tentunya menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang banyak.
Anak yang dalam keluarganya selalu ditanamkan nilai-nilai kebaikan, kejujuran, diarahkan untuk menggali potensinya, serta dalam pengajaran di keluarga yang baik tentu akan lebih mampu menghadapi dunia luar dan menyikapinya dengan bijak. Jika anak tersebut di lingkungan luar, nilai-nilai tersebut otomatis akan mempengaruhi caranya dia bergaul dan bersikap. Hal itu dapat di lihar dari cara dia berada di sekolah, saat ujian dia berusaha untuk tidak mencontek, membantu sesama, menghargai orang lain. Berbeda dengan anak, yang didik dengan kurang baik di keluarganya, misalnya anak tidak diajarkan nilai-nilai agama, tidak dibimbing dalam belajarnya, kurang diberi perhatian dan nasihat. Anak tersebut cenderung akan berpikir bahwa keluarga bukan merupakan tempat yang nyaman dimana ia akan berbagi dan meminta arahan, dia akan mencari lingkungan di luar yang dia rasa mampu menerimanya. Itupun kalau lingkungan yang ia pilih benar, jika salah? Anak akan mengikuti hal-hal yang telah mempengaruhi pola pikirnya.
Nah, disinilah peran keluarga untuk memberikan pondasi utama bagi anak untuk menanamkan nilai-nilai pengajaran yang benar. Agar karakter yang terbentuk pada anaknya adalah pribadi yang siap dan berpedoman. Sifat yang tertanam dalam diri seseorang mempengaruhi bagaimana cara dia bersikap dan bertindak yang akan membantunya dalam kehidupan bermasyarakat. Misalnya, seseorang yang tidak diajarkan nilai kesopanan dalam keluarganya, tidak diajarkan untuk menghormati orang yang lebih tua darinya, maka didalam kehidupan bermasyarakatpun dia akan bersikap acuh tak acuh terhadap orang yang lebih tua darinya, tidak menghormatinya atau bahkan bersikap “masa bodo” ketika seseorang yang lebih tua berbicara dengannya.
Mungkin ketika anak tersebut mulai besar, dia akan dimasukan ke dalam sekolah. Di sekolah dia mulai belajar dari orang lain yang dalam hal ini bisa guru, teman, maupun lingkungan yang ada disekolah tersebut. Waktu anak untuk berada di lingkungan kelarga mungkin menjadi berkurang, namun setelah sekolah usai, bukankah anak-anak kembali ke rumah? Dan keluarga lagi lah tempat dimana anak untuk belajar lagi. Maka seberapa lama pun anak pergi meninggalkan rumah, dia akan kembali kepada keluarganya. Keluarga merupakan tempat menetralisir dari pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh anak ketika berada diluar. Ketika di luar rumah anak mendapat pelajaran berupa melihat copet, maka ketika dirumah orang tua berusaha menjelaskan dan mengajarkan bahwa itu merupakan perbuatan yang tidak baik dan tidak patut ditiru.
Adanya keluarga juga harus memberikan lingkungan keluarga yang baik bagi perkembangan psikologis serta untuk pribadi anak itu sendiri karena anak lahir dan besar dalam lingkungan keluarga. Anak dari kecil, belajar dari apa yang dia lihat dan dia dengar di sekitarnya. Ketika lingkungan keluarga cenderung dianggap tidak nyaman baginya, misalnya melihat kondisi keluarga yang saling tidak peduli satu sama lain, maka anak tersebut cenderung mengikuti apa yang diperbuat orang tuanya. Kejadian maupun perbuatan kurang baik yang kerap terjadi di rumah, membuat kondisi psikoogis anak pun terganggu. Ketika kondisi psikologis anak terganggu, tentu akan mempengaruhi cara dia bersikap di lingkungan masyarakat. Misalnya anak tersebut terlalu sering melihat orang tuanya bertengkar, membuat anak tersebut menjadi trauma dan penakut, di lingkungan masyarakat dia menjadi pribadi yang pemurung dan kurang mampu bersosialisasi dengan orang lain dan contoh lain sebagainya yang membuat anak-anak menjadi tidak berkembang.
Cara keluarga baik orang tua maupun saudara memperlakukan anak juga akan mempengaruhi karakter anak tersebut. Misalnya seorang anak yang terbiasa dituruti apapun yang dia mau membuat dia menjadi tidak mandiri ketika sudah besar dan berada di lingkungan masyarakat. Dia menjadi orang yang kurang tegas dalam mengambil keputusan sehingga untuk mendapat pengakuan dari masyarakat pun menjadi kurang berarti.
Jadi perlu ditekankan lagi, bahwa keluarga merupakan tempat pertama seorang anak belajar tentang kehidupan. Untuk itu, diperlukan peran keluarga untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan, nilai-nilai agama kepada anak agar terbentuk karekter atau pribadi anak yang lebih baik karena dengan pondasi yang kuat maka seorang anak tidak akan mudah terpengaruh dengan hal-hal yang sekiranya negatif dan mampu menyaring segala informasi ataupun yang pengetahuan yang ia dapatkan. Keluarga harus menciptakan kondisi yang nyaman bagi anak sehingga psikologis anakpun menjadi terjaga. Sehingga dia mampu dan diterima untuk berada dilingkungan masyarakat